Aku sangat menyayangi istriku. Telah lebih 5 tahun kami menikah. Dan kami telah dikaruniai 2 orang anak yang lucu. Selama ini kami berusaha untuk saling memahami. Saling menyayangi, dan selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik satu sama lain.
Istriku tidak pernah menuntut. Ia sangat memahami keadaanku. Bahkan ia selalu berusaha untuk membahagiakanku dengan caranya sendiri.
Salah satu kebiasaanku yang sangat dikenalnya adalah kegemaranku untuk melihat wanita yang dipotong pendek rambutnya. Ia tahu kebiasaanku untuk browsing di internet untuk mencari sites-site hair fetish yang banyak tersedia.
Bahkan seringkali ia merelakan rambutnya untuk kupotong. Atau malah bersama-sama aku memotongkan rambutnya di tukang pangkas langgananku.
Beberapa kali aku mengajaknya untuk memotong rambutnya di tukang pangkas langgananku. Selama ini, pengalaman itu menjadi pengalaman yang mendebarkan bagi kami berdua. Bagiku itu adalah pemenuhan keinginanku. Baginya itu betul2 pengalaman yang mendebarkan, karena sebelum menikah denganku ia sama sekali tidak pernah memotongkan rambutnya di tukang pangkas.
Selama ini, aku selalu mencoba dulu tukang pangkas yang kuincar untuknya. Biasanya aku memotongkan rambutku dulu disana. Agar aku bisa melihat keadaan dan kebersihan kedainya, kemampuannya, dan suasananya. Aku tidak ingin istri tercintaku di potong rambutnya di tempat yang kotor, jorok, atau di tengah pandangan dan tontonan banyak orang. Aku tetap berusaha membuatnya nyaman dalam menjalankan pengorbanannya. Aku juga tetap ingin melihatnya tampak cantik. Tentunya dengan rambut pendeknya. Dan setelah itu aku selalu menceritakan kepadanya terlebih dahulu situasi kedai pangkas yang kuusulkan. Biasanya kami menyempatkan untuk melewatinya sebelum akhirnya mengajaknya kesana, sekedar untuk memberinya gambaran bagaimana situasi dan kondisi kedai pangkas itu.
Saat ini rambutnya sudah hampir sebahu panjangnya. Biasanya rambutnya bahkan tidak pernah sempat menyentuh bahu. Setiap kali rambutnya sudah nyaris menyentuh bahu, aku telah berusaha merayunya untuk mendatangi tukang pangkas yang kuajukan.
Seperti bisanya, aku mulai merayunya untuk mau memotong rambutnya. Namun ia hanya diam. Namun aku tidak pernah putus asa. Dalam berbagai kesempatan aku selalu menyinggung rambutnya, menyindirnya, menggodanya, atau apapun caranya. Namun kali ini entah mengapa ia tidak menanggapiku.
Hingga suatu ketika ketika kami sama2 sedang bersantai dirumah, tiba2 ia berkata padaku, “Mas, anterin potong ya?"
Aku terkejut.
“Kapan?", tanyaku.
“Sekarang aja yuk? Mumpung anak-anak tidur", katanya.
“Dimana?", tanyaku
“Udah kita jalan aja. Ntar kalau ada tukang pangkas kita tanya. Kalau dia bisa motong perempuan, aku potong disana".
Tapi kita belum tahu kemampuannya, Ma?"
Gak papa", katanya. “Aku pingin sekali-sekali potong rambut di tempat yang kita gak punya informasi apa-apa. Kayaknya kok lebih menantang", ujarnya menggodaku.
“Trus kalau hasilnya jelek?", tanyaku lagi.
“Alah, wong cuma rambut kok. Nanti kan panjang lagi", jawabnya enteng. “Lagian aku kan jilbab-an. Gak ada yang tahu rambutku",
Ya udah, terserah", jawabku.
Kami berganti baju. Setelah memastikan anak-anak aman ditangan mbak pengasuh, kami pergi bermobil berdua.
Aku sama sekali tidak punya ide kemana akan mengarahkan mobilku.
Kami berputar-putar. Ketika melewati kedai pangkas yang pernah kami coba, ia menggeleng. “Cari yang lain aja mas".
Penasaran, aku bertanya padanya “kamu kok berubah? Biasanya kalau belum aku coba kamu gak mau, Dik?"
“Gak tahu ya Mas. Tapi setiap kali aku nurutin Mas potong rambut aku ngerasa gimana gitu. Ya takut, kuatir hasilnya jelek, kadang-kadang gak sreg sama tempatnya. Tapi deg-degannya itu lho. Kayaknya kok gimana gitu".
“Toh meskipun mas sudah nyoba, aku kan baru pertama itu potong di dia. Jadi buat aku gak ada bedanya, apa mas sudah nyoba atau belum. Toh buat aku itu pengalaman pertama. Lagian kalo cuma motong pendek, kayaknya hasilnya ya gitu-gitu aja. Kayak cowok".
“Lama-lama juga kayaknya enakan rambut pendek deh. Ringkes. Lagian kalo mandi kan aku mesti bareng anak-anak. Gak ada waktu lama-lama di kamar mandi, keramas, bilas, ngeringin rambut. Lah gak sempet pokoknya. Kalo pendek kan keramasnya cepet, bilasnya cepet, trus ngeringinnya juga cepet"
Kaget juga aku mendengar penjelasannya yang panjang lebar begitu.
“Trus, nanti kalau nemu tempatnya, kamu mau bilang gimana ke tukang pangkasnya?"
“Mas aja yang ngomong. Terserah mas. Toh orang lain gak tahu, wong kemana-mana aku jilbab-an".
“Kalo tak suruh papras cepak ?" pancingku.
“Terserah", jawabnya tenang.
Kami kemudian larut dalam diam.
Hingga akhirnya kami melewati kawasan pasar. “Pelan mas", katanya. “Biasanya di dekat pasar gini banyak tukang cukur"
Aku mengurangi kecepatanku. Ada beberapa kedai pangkas, namun semuanya terisi penuh.
Aku kemudian melajukan lagi mobilku. Tiba –tiba kami harus menghentikan mobil kami. Entah apa yang terjadi didepan sana, namun kendaraan lain semua terjebak kemacetan. Aku hanya bisa menjalankan mobilku perlahan-lahan. Hingga aku melihat ada persimpangan jalan. Aku membelokkan mobilku ke kiri memasuki jalan itu. Ingin mencari alternatif jalan lain. Daripada terjebak di kemacetan.
Namun di dalam gang ini ternyata ada sebuah kedai pangkas. Ada tanah kosong didepannya, dimana kami dapat memarkir mobil. Aku menoleh ke istriku, dan ia mengangguk.
Kami berhenti didepan kedai itu. Memperhatikan ke dalam. Kedai itu memiliki jendela kaca yang lebar, jadi kami bisa memperhatikan kedalam dengan leluasa. Kedai itu bersih sekali. Ada sebuah kursi pangkas dari kayu, kaca cermin yang cukup lebar, dan sebuah bangku panjang tempat menunggu giliran. Tak terlihat tukang pangkasnya. Namun ada sebuah pintu yang nampaknya menghubungkan kedai pangkas itu dengan rumah tinggal dibelakangnya.
Istriku membuka pintu mobil, dan turun lebih dulu. Aku menyambar kameraku, kemudian turun menyusulnya. Di dalam kedai kami hanya berdua. Beberapa kali aku mengucapkan salam ke dalam pintu dibelakang kedai itu, namun tak ada jawaban.
Ruangan kedai itu tidak terlalu besar, namun cukup lega. Dari dalam, pandangan kami ke arah jalan terhalang oleh mobilku. Jadi kami tidak terlalu terlihat dari luar. Ruangannya bersih, nampaknya pemilik kedai ini sangat menjaga kebersihan kedainya. Selembar kain putih tergantung di sandaran kursi pangkas. Bersih. Nampak masih baru. Sisir, dan gunting ditata dengan teratur di meja panjang di bawah cermin lebar yang tergantung di depan kursi pangkas itu. Sebuah clipper listrik tergantung di sebelahnya.
Tumpukan potongan rambut yang biasanya menjadi pemandangan umum di kedai pangkas lain, tak terlihat disini. Aku melirik keluar, pun tak kutemukan potongan rambut. Bersih sekali batinku.
Perlahan istriku menaiki step yang ada didepan kursi pangkas itu. Kemudian perlahan menjatuhkan tubuhnya di kursi itu. Ada lapisan busa tebal di kursi itu. “Empuk", katanya .
Ia nampak merasa nyaman duduk disana.
Iseng aku menggodanya. “Mau potong mbak?", ucapku berlagak sebagai tukang cukur.
Ia tersenyum dan menjawab “ya pak".
“Potong gimana “ tanyaku lagi
“Dihabisin saja pak" jawabnya menggodaku.
Kami berdua tertawa.
Tiba-tiba seorang pria tua berdiri di pintu masuk. Sambil tersenyum lebar kepada kami.
Ia kemudian mendekati istriku. Tanpa bicara sepatah kata pun, ia mengambil kain putih yang tergantung di sandaran kursi, meletakkan di pangkuan istriku, kemudian menariknya perlahan dari belakang dan menjepitnya. Istriku masih tersenyum-senyum sendiri. Mungkin geli dengan kelakuan kami tadi.
Reflek, aku mengeluarkan kameraku dan mempersiapkannya.
Sayup kudengar bapak itu bertanya kepada istriku dengan suara serak “potong gimana?"
Istriku hanya menunjuk kepadaku. Aku tahu maksudnya, ia ingin bapak itu bertanya padaku.
Sementara bapak itu mengambil sisir dan mulai menyisir rambut istriku.
Aku mulai mengabadikan semuanya, sambil berpikir potongan seperti apa yang aku ingin bapak itu lakukan dengan rambut istriku. Aku mengabadikan ekspresi istriku. Ia masih tersenyum–senyum padaku.
Dengan isyarat bibir, ia berbisik menggoda ke arahku “ …. Rambutnya dihabisin aja pak…" dan kami berdua tersenyum.
Bapak itu menoleh kepadaku dan bertanya dengan suara seraknya “ potong pendek?"
Aku mengangguk dan berkata, “iya pak. Tapi jangan terlalu pendek. Poninya panjang, dibawah mata. Belakangnya di papras bagian bawahnya. Tapi trapnya jangan terlalu tinggi, biar masih feminin. Sampingnya dipotong dibawah telinga. Trapnya juga jangan terlalu tinggi".
Ia bertanya lagi “potong laki?", katanya sambil menunjuk kepalaku.
Kupikir ia belum memahami maksudku. Kembali aku mengangguk dan mengulangi sekali lagi penjelasanku tadi.
Aku kembali mengabadikan deengan kameraku. Istriku kembali menggodaku. Ia berbisik lagi padaku “… dihabisin aja…" dan kami pun tersenyum.
Tiba-tiba kami berdua menyaksikan sebuah pemandangan yang mengerikan.
Bapak itu telah menggenggam sebuah gunting. Dan tiba-tiba dengan sisirnya menyendok rambut di atas kepala istriku. Mengangkatnya , lalu menggunting rambut yang menjuntai panjang diatas sisirnya. Kreessss…..
Astaga…!!!
Rambut yang tersisa di kepala istriku kini hanya sekitar 4 centi saja panjangnya. Potongan rambut panjang istriku jatuh perlahan melewati wajah istriku dan jatuh di pangkuannya.
Istriku ternganga melihatnya. Ia memotong terlalu pendek !!! Seharusnya ia mengikuti petunjukku ! Tapi bapak itu tampak cuek. Dengan lincah ia memainkan guntingnya. Suaranya ramai berdenting-denting. Dengan cekatan tangan kirinya kembali menyendok sebagian rambut diatas kepala isteriku, mengangkatnya lalu dengan cepat guntingnya tanpa ampun membabat rambut istriku. Kembali potongan panjang rambut istriku jatuh di wajahnya. Sekalipun ini bukan pengalaman pertama istriku memotong rambut di tukang pangkas, namun kulihat wajah pucat istriku. Nampaknya potong rambutnya kali ini akan berakhir drastis.
Aku tak bisa berbuat apa-apa. Mau tak mau ia harus menyelesaikan pekerjaannya. Kami berdua sama-sama menyadari hal itu. Pada pria, rambut terpanjang ada di atas kepalanya.
Jika rambut bagian atas kepala istriku sudah dipotongnya sependek itu, maka bagian rambut yang lain pasti akan lebih pendek lagi.
Istrikut hanya diam dan nampak pasrah. Aku tegang memikirkan apa yang akan terjadi pada rambut istriku. Namun sekalipun ia nampak pasrah, kulihat air mata di sudut matanya.
Suara denting gunting itu begitu ramai.
Kini ia pindah ke samping kiri, dan meneruskan pekerjaannya. Pelan kudengar istriku berkata padanya dengan pandangan memohon “ jangan kependekan ya pak". Bapak itu menghentikan pekerjaannya, tersenyum pada istriku lalu kembali meneruskan pekerjaaannya. Tapi tidak ada yang berubah setelah permintaan istriku tadi. Kulihat kepala istriku tertarik-tarik ketika ia menyendokkan sisirnya di rambut tebal istriku. Lagi-lagi gunting mautnya membabat rambut istriku. Dan kembali kami harus melihat rambut sebahu istriku kini tinggal tersisa beberapa centi saja.
Aku tidak tahu apa yang ada di benak pria ini. Namun kali ini aku angkat bicara, “Pak, jangan terlalu pendek ya". Aku tahu sudah terlambat. Namun aku ingin ia bisa meyelamatkan bagian lain dari rambut istriku agar tidak habis dipotongnya.
Namun kembali. Ia tetap memotong rambut istriku pendek sekali. Tubuh istriku yang di balut kain putih itu kini tertutup potongan rambutnya. Pundaknya, pangkuannya, dan lantai disekeliling kursi pangkas itu kini mulai tertutup rambut istriku yang berserakan dimana-mana.
Ia kini pindah ke sebelah kanan. Aku berkata lagi padanya, kali ini sambil kutepuk bahunya. “Pak jangan terlalu pendek ya" ujarku.
Ia tersenyum padaku. Namun lagi-lagi. Aku harus menyaksikan rambut istriku dipotongnya pendek sekali. rjadi. Namun melihat ekspresi wajahku dicermin, ia nampak tertunduk lemas. Aku yakin ia tahu bencana yang terjadi pada rambutnya. Bapak ini buas sekali. Nampaknya ia ingin menghabisi rambut istriku. Aku ingin melindunginya dari kebrutalan pria ini. Namun tetap saja, kami tidak mungkin meninggalkan kedai pangkas ini sebelum istriku selesai dipotong rambutnya.
Kini pria ini pindah ke belakang istriku. Nampaknya percuma kami mengatakan apapun. Pria ini nampaknya sudah berketetapan hati untuk menghabisi rambut istriku. Istirku menatap lesu pantulan wajahnya di cermin. Ia hanya diam setelah menyaksikan rambut indahnya di gunting dengan brutal oleh bapak ini. Dan kini ia menunduk dalam. Seolah mempersilahkan bapak itu membabat habis rambut di belakang kepalanya. Sekalipun istriku tak bisa melihat apa yang tejadi, namun ia masih dapat melihat potongan rambunya yang jatuh dipangkuannya.
Pria itu meletakkan guntingnya. Lalu meraih clipper yang menggantung di meja panjangnya.
Kami terkesiap.
Aduh…!!! Jika dengan gunting saja ia dengan buas membabat rambut istriku. Apa jadinya jika ia menggunakan clipper itu. Lemas rasanya kakiku. Aku tidak bisa membayangkan ia menggunakannya disekujur kepala istriku dan mencukur habis rambutnya.
Kusentuh bahunya dan berkata “jangan kependekan pak. Jangan terlalu banyak motongnya".
Ia kembali tersenyum, kali ini ia menjawab, “potong laki?"
“Iya, tapi jangan terlalu pendek" jawabku mulai emosi.
Namun kulihat istriku berbisik padaku “udah, biarin aja. Aku nggak papa kok", katanya pelan. Akhirnya kulepaskan bahunya. Di cermin istriku nampak bersiap-siap menerima bencana yang akan terjadi. Seolah tahu apa yang akan terjadi, ia nampak menggigit bibir, dan menunduk dalam-dalam. Seolah pasrah mempersilahkan clipper itu untuk menghabisi rambutnya.
Pria itu meletakkan clippernya dileher istriku. Dan mendorongnya keatas. Suara dengung khas clipper itu berubah ketika mulai memotong rambut tebal istriku. Di pertengahan kepala ia menghentikan laju clippernya, dan berpindah ke sebelah jalur yang baru saja dibuatnya. Demikian berulang-ulang. Rambut dibelakang kepala istriku mulai terlihat rapi. Masalahnya hanya rambutnya kini pendek sekali. Aku tak tega melihatnya.
Ia lalu pindah ke samping kiri. Dengan cepat mendorong clippernya dari depan telinga kebelakang. Telinga isitriku kini muncul dari balik rambutnya. Ya ampun… pendek sekali.
Ia meneruskan perjalanan clipper mautnya ke atas. Dan potongan rambut terus berjatuhan. Cepat ia pindah ke sebelah kanan dan kembali melakukan hal yang sama. Istriku nampak berusaha menahan diri.
Pria itu kemudian meletakkan clippernya, dan meraih gunting lain. Kali ini dengan cepat sisir di tangan kirinya menarik rambut istirku kedepan. Oh …poninya !!!
Namun sebelum aku sempat berkata, ia sudah mulai menggunting rambut isitriku tepat didepan matanya. Istriku nampak terbelalak menyaksikannya. Ia lalu mengerahkan serangan nya keatas kepala istriku. Namun tidak banyak yang dipotongnya kali ini. Ia hanya merapikan saja.
Tak lama kemudian ia meletakkan sisir dan guntingmya dimeja panjang. Kulihat istriku menarik nafas panjang. Bapak itu lalu melepas jepit pada kain penutup tubuh istriku. Kusempatkan mengambil gambar tumpukan rambut dipangkuannya. Lalu dengan cepat ia menarik kain itu dan menjatuhkan potongan rambut istriku dilantai.
Istriku masih menatap wajahnya di cermin. Rambutnya pendek sekali. Benar-benar seperti laki-laki. Rasanya seperti potongan rambutku. Ini adalah potongan rambut terpendek yang pernah dialaminya.
Bapak itu mengambil sapu dan mulai menyapu seluruh potongan rambut istriku yang terserak dilantai. Aku mendekati istriku. Merasa bersalah, aku meminta maaf padanya. Ia menjawab pelan “gak papa mas. Cuma masih deg-degan" katanya.
Aduh, pendek sekali rambutnya kini.
Aku mengambil uang disakuku, membayarnya kamudian menggandeng istriku keluar. Sebelum aku masuk mobil, seorang ibu yang nampaknya istri tukang pangkas itu menghampiriku dan berkata, “mas, kalau ngomong sama bapak agak keras ya. Bapak agak budek", katanya sambil berlalu.
Astaga……
Terjawab sudah pertanyaan-pertanyaan di kepalaku. Kenapa kok tempat pangkas ini bersih sekali, kenapa ia terus-menerus memotong rambut istriku.
Jelas sudah bagi kami. Rupanya hanya jawabanku yang pertama saja yang didengarnya. Ketika ia bertanya potong laki? Jadi sia-sia saja kami menjelaskan panjang lebar. Jelas pula bagi kami kenapa tidak ada bekas potongan rambut di kedai itu. Nampaknya kami adalah pelanggannya setelah lama ia tidak menerima tamu. Mungkin karena kekurangannya itu.
Kubelai rambut yang tersisa dikepala istriku yang bersandar ke tubuhku.
“Kapok ma?" tanyaku. Ia tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
Tiga bulan sudah. Pengalaman mendebarkan yang kami alami dengan bapak tua yang nyaris menghabisi rambut istriku. Dalam kesempatan-kesempatan berdua, kami berdua masih sering mebicarakannya.
Harus kuakui hasil potongan bapak itu memang rapi. Rambut istriku yang agak tebal tidak mudah untuk ditata. Namun bapak itu dapat memotongnya pendek dengan rapi. Bahkan saat ini potongan rambut istriku masih terlihat rapi.
Walaupun karena cepatnya pertumbuhannya, kini rambutnya mulai terlihat “gondrong". Bagian belakang rambutnya sudah melewati krah bajunya.
Kami merasa sudah waktunya untuk merapikan rambut istriku. Kami ingin kembali ke bapak tua itu. Kami sebenarnya kasihan melihat keterbatasannya. Pasti tidak mudah baginya untuk menjalani profesinya dengan kekurangan fisik seperti itu. Sejak peristiwa itu aku telah beberapa kali datang ke sana sendiri untuk potong rambut. Memang agak susah menjelaskan keinginanku, namun aku toh puas dengan hasil karyanya. Selama itu nampaknya kuperhatikan, nampaknya ia tidak punya terlalu banyak pelanggan. Memang perlu kemampuan extra untuk berkomunikasi dengannya. Mungkin itu yang membuat orang enggan potong rambut disana.
Setelah beberapa kali berdiskusi, istriku sepakat untuk kembali memotongkan rambutnya disana. Kami ingin membantunya. Hanya kali ini kami mempersiapkan diri dengan membawa potongan gambar disebuah majalah wanita. Wanita dalam gambar itu adalah istri seorang selebriti pria yang cukup terkenal. Rambutnya pendek, namun feminin. Agak bob, namun bagian belakangnya di trap cukup tinggi. Nampaknya ini model yang sedang trendy saat ini. Ada fotonya dengan pose dalam beberapa posisi. Jadi cukup jelas menggambarkan potongan rambutnya.
Kami yakin gambar ini dapat menjembatani kekurangan dalam komunikasi kami.
Hari sabtu sore, kami sudah bersiap-siap. Anak-anak kami sedang tidur siang. Dan mbak pengasuh mereka sudah cukup mampu menjaga mereka berdua.
Kami berangkat agak siang. Sekedar mengantisipasi, siapa tahu ada orang yang juga akan memotong rambutnya disana.
Aku mengendarai mobilku dengan santai. Karena lalu-lintas tidak terlalu ramai, sebentar saja kami sudah sampai. Langsung saja mobilku kuparkir di depan kedainya. Kedai itu kosong.
Kami langsung masuk. Seperti dulu, kedai itu bersih sekali. Belum nampak potongan rambut disudut ruang tempat bapak itu menumpuk rambut istriku dulu. Nampaknya hingga siang hari ini pun ia belum memperoleh pelanggan.
Istrinya keluar lebih dulu. Menyapa kami ramah. Ia mengenaliku sebagai salah satu pelanggan suaminya. Sambil memberitahu bahwa mereka berdua hendak pergi ke tetangganya yang ada hajatan, segera setelah suaminya melayani kami. Tak lama kemudian suaminya keluar.
Dengan senyum lebarnya ia menyapa kami. Aku langsung menunjuk istriku. Istriku langsung menunjukkan gambar yang di bawanya. Bapak itu mempelajarinya dengan seksama. Sesekali memperhatikan rambut istriku, lalu mengangguk mantap.
Istriku pun melangkah ke kursi pangkas, menaiki stepnya dan dengan yakin duduk disana. Seperti biasa aku langsung menyiapkan kameraku. Kali ini istriku tersenyum padaku. Tidak ada ekspresi kuatir diwajahnya.
Setelah menutup tubuh istriku dengan kain putihnya, ia langsung mengambil sisir dan gunting. Setelah beberapa kali menyisiri rambut istriku, ia segera memulai pekerjaannya.
Dengan seksama ia mulai memotong rambut istriku. Pelan tapi pasti rambut ‘gondrong’ istriku dibuangnya. Perlahan potongan rambut istriku berubah menyerupai foto di gambar itu. Sistematis sekali caranya. Melihat ia melakukan itu rasanya aku pun dapat melakukannya sendiri.
“Ma, kayaknya papa juga bisa deh motong rambut model gini", kataku.
“Ya, ntar kapan – kapan papa aja yang motong", jawabnya.
Aku sudah sering memotong rambut istriku. Hanya, kami melakukan nya di rumah, dengan peralatan seadanya.
Kami saling berbincang dengan santai. Toh bapak ini tak bisa mendengar kami dengan jelas.
Sebentar saja pekerjaannya sudah selesai. Kali ini istriku tersenyum melihat hasilnya. Ia menoleh kekiri dan ke kanan melihat hasil karya bapak itu di cermin. Bapak itu bersiap untuk membuka kain penutup tubuh istriku. Ketika tiba-tiba istrinya masuk dari pintu depan. Dan memberitahu bahwa acara di tetangganya sudah mulai.
Aku mempersilahkan ia berangkat bersama suaminya.
“Biar saya bersihkan istri saya bu. Ibu berangkat saja sama bapak" jawabku sambil membayar bapak itu.
“Nanti pintunya ditutup aja mas", katanya.
“Baik bu" jawabku.
Akhirnya mereka meninggalkan kami berdua disini.
Istriku masih duduk di kursi pangkas, dengan balutan kain putihnya. Potongan rambutnya masih berserakan disekujur tubuh dan disekeliling kursi pangkas itu. Namun tak sebanyak potongan rambutnya dulu ketika pertama kali datang ke sini.
Sementara aku berdiri dibelakangnya.
“Saya pendekkan lagi mbak?" ucapku menggodanya, berlagak menjadi tukang cukur.
“Silahkan pak, terserah bapak", jawabnya memancingku.
Aku mengambil gunting dan mulai mengguntingi bagian bawah rambut istriku.
Membuat nya lebih pendek.
“Tak clipper ya ma?" ucapku sambil meraih clipper bapak itu.
Istriku tertawa dan berkata “ya, tapi hati-hati ya. Kalau salah kan langsung fatal".
Kemudian aku mengambil clipper, dan menggunakananya untuk memendekkan trap pada bagian belakang rambutnya. Tapi aku tak berani memotongnya terlalu pendek. Takut merusak hasil karya bapak tadi.
Istriku tertawa melihat kelakuanku.
Tiba-tiba seorang wanita muda berdiri di pintu masuk. Melihat kami berdua, lalu duduk di kursi tunggu sambil berkata “mau potong pak". Aku dan istriku saling berpandangan. Ia yang lebih dulu berkata padaku," itu lho mas, ada pelangganmu datang", katanya menggodaku. Aku terkejut. Nampaknya wanita itu mengira aku adalah tukang cukur disini.
“Gimana ma?" tanyaku bingung.
“Udah potong aja. Ntar uangnya kasih ke bapak tadi".
Aku kemudian membuka kain penutup istriku. Membersihkan tubuhnya. Dan iapun turun dari kursi.
Wanita itu berdiri dan langsung melangkah menuju kursi pangkas. Dengan yakin ia menaiki step dan langsung duduk di kursi itu menggantikan istriku.
Dengan gugup aku bertanya,"potong gimana mbak? Saya tidak biasa memotong rambut perempuan". Aku tidak bohong. Satu-satunya pelangganku hanyalah istriku. Itupun aku tidak pernah memotong rambutnya terlalu banyak. Paling hanya merapikan saja.
“Pendek saja pak", jawabnya.
“Saya baru diterima kerja di pabrik Farmasi di desa sebelah. Peraturannya disana rambut karyawan perempuan harus pendek. Tidak boleh kena krah baju, dan telinga harus kelihatan." katanya. Terserah bapak mau dipotong seperti apa", katanya.
“Tapi cepat ya pak, saya buru-buru" tambahnya lagi.
Wanita muda ini cantik. Rambutnya panjang melewati bahu. Tebal dan hitam seperti rambut istriku. Kulirik istriku. Ia tersenyum lalu mengambil kameraku.
Ini kesempatan emas buatku. Namun aku gugup sekali. Aku berusaha menenangkan diri dengan sedikit mengulur waktu. Aku mengambil sebuah sisir dari meja, menyerahkan padanya dan berkata, “disisir dulu mbak rambutnya".
Tapi ia menjawab, “ langsung dipotong saja pak. Saya sudah rela kok. Yang penting saya sudah dapat kerja", jawabnya seolah memahami isi pikiranku.
Kuberanikan diri melayaninya. Aku tak ingin kesempatan emas ini terbuang begitu saja. Kapan lagi ada wanita yang mau menyerahkan rambutnya untuk dipotong seorang barber amatir seperti aku.
Kuambil kain putih yang tadi digunakan untuk menutup tubuh istriku. Kuletakkan dipangkuannya, lalu kutarik kebelakang. Ia meraih rambutnya ke depan agar tak terjepit balutan kain. Setelah itu kujepit kain itu dilehernya.
Aku mengambil sebuah sisir besar dan mulai menyisir rambutnya. Kulakukan perlahan lahan sambil membuang perasaan nervousku.
Ketika aku merasa mulai bisa mengendalikan diri, aku mengambil gunting terbesar yang ada di meja panjang. Dan bertanya padanya “potong pendek ya mbak?"
Dan ia menangguk. Lalu menjawab , “tapi saya buru-buru. Jadi tolong motongnya agak cepat ya pak", tambahnya.
“Pakai itu saja pak, biar cepat kayak mbak tadi", katanya lagi sambil menunjuk clipper dan melirik ke arah istriku.
Bukan main. Ini namanya ‘Dream come true’. Kulihat istriku di cermin. Ia berdiri dibelakangku, merekam semua yang terjadi dengan kameraku, sambil tersenyum lebar.
Ia mendekatiku dan berbisik, “udah langsung di clipper aja. Wong dia juga gak perduli kok", katanya pelan sambil tersenyum. Sementara wanitu itu sudah menundukkan kepalanya. Seolah pasrah dan mempersilahkan ku untuk mulai mencukur rambutnya.
Kuambil clipper yang tergantung di meja. Aku memilih attachment terpanjang yang ada. Menghidupkannya, lalu aku menyelipkan clipper itu dilehernya. Dan perlahan mendorongnya naik.
Dengung khas clipper itu langsung berubah ketika mulai membabat rambut wanita itu. Rambut panjangnya langsung berjatuhan dikakiku. Aku mendorong clipper itu sampai pertengahan kepalanya.
Rambut dikepalanya kini hanya sekitar 4 centi panjangnya. Kulihat wanita itu diam saja. Kemudian ia mengangkat kepalanya. Dengan tanpa ekspresi ia mengangkat tangan kanannya, dan meraba bekas potongan clipper di kepalanya.
“Kurang pendek pak", katanya.
Aku terkejut. Sementara kulirik istriku, ia tersenyum lebar, sambil terus merekam semua yang terjadi.
Aku meneruskan pekerjaanku. Nanti saja kupendekkan lagi, pikirku. Kembali aku mencukur rambut disebelah jalur clipper tadi. Rambut panjangnya kembali berjatuhan di kakiku. Rambutnya tebal juga. Repot aku dibuatnya. Kuteruskan pekerjaanku. Dan sebentar saja rambutnya sudah berubah pendek.
Kembali ia meraba rambutnya, dan berkata,"nanti dipendekkan lagi ya pak. Biar ringkes kalo dipakai kerja".
Aku hanya mengangguk. Kemudian pindah ke sebelah kanannya. Kuletakkan clipper itu didepan telinganya. Dan kudorong naik. Rambut panjangnya berjatuhan dipangkuannya. Ia memandang semua itu dengan tanpa ekspresi. Ketika kuangkat clipperku, ia meraba bekas potongan clipper itu. Lalu berkata “ yang atas segini juga ya pak. Tapi yang lain dipendekkin lagi".
Bukan main. Dengan semangat langsung saja aku meletakkan clipper itu di dahinya. Kulihat ia memejamkan matanya. Kutahan kepalanya dengan tangan kiriku. Lalu kudorong clipper itu kebelakang. Potongan rambutnya berjatuhan di wajahnya dan di pangkuannya. Ketika membuka matanya, ia tersenyum.
Aku melanjutkan pekerjaannku. Rambut diatas kepalanya sedikit-demi sedikit berubah pendek. Sementara potongan rambut dipangkuannya semakin tinggi.
Melihat sikapnya yang seolah tidak perduli, aku memberanikan diri untuk menjalankan clipper itu di sekujur kepalanya. Sengaja kupercepat pekerjaanku. Aku tak mau bapak tukang cukur itu melihatku. Rambut wanita itu sebentar saja sudah selesai kupendekkan.
Aku mengganti attachment di clipper itu. Dengan yang lebih pendek. Lalu kembali memotong rambut dibelakang kepalanya.
Tarnyata tidak sukar menggunakan alat ini. Namun memang perlu keterampilan, ketenangan dan ketelatenan. Kuteruskan pekerjaanku di kedua sisi kepalanya.
Kemudian kulepaskan attachmentnya. Clipper itu kugunakan untuk merapikan bagian bawah rambutnya. Sedikit demi sedikit.
Ketika aku merasa cukup, kumatikan clipperku. Ia tampak memperhatikan hasil karyaku. Kemudian tersenyum puas. dan berkata “cukup pak".
Kulepaskan jepit di lehernya, kubuka kain penutup tubuhnya.
Kemudian kutarik kain putih itu dan menjatuhkan potongan rambutnya dilantai.
Dengan cepat ia berdiri dari kursinya. Memberiku sejumlah uang seperti tertera di daftar tarif yang tergantung di kaca. Dan melangkah cepat keluar sambil mengucap terima kasih. Kulihat ia diluar menghentikan angkutan umum, menaikinya dan berlalu.
Aku masih memegang uang yang diberikannya. Ketika istriku menepuk pundakku, “hei, malah bengong “ katanya.
“Udah yuk, ntar keburu bapak tadi datang", katanya sambil mematikan kamera dan menyimpannya.
Aku memasukkan uang yang diberikan wanita tadi ke dalam laci dibawah meja panjang. Lalu aku mengambil sapu, dan mulai menyapu potongan rambut wanit tadi. Banyak juga rambutnya yang kupotong. Kukumpulkan potongan rambutnya di sudut ruang kedai itu. Sepintas kulihat gundukan potongan-potongan rambut panjang itu.
Dan berjalan keluar menyusul istriku.
Diluar kami berpapasan dengan bapak tukang cukur dan istrinya. Setelah saling menyapa kami masuk mobil. Dari mobil kulihat bapak itu tertegun melihat tumpukan potongan rambut panjang yang ada di sudut kedainya. Ia melihat kearah kami, lalu kembali menatap potongan rambut tadi. Ia nampak heran dari mana potongan rambut sepanjang dan sebanyak itu. Ketika ia membuka laci, lagi-lagi ia nampak terkejut. Mungkin melihat uang yang tadi kuletakkan disana.
Aku dan istriku hanya saling memandang dan tersenyum.
Istri'ny knp ga d gundulin aj mas,. Klo istri sy bru brp mnggu yg lalu hbs d gundulin,sblm'ny rmbut dia pnjang sepantat. Tp stlh pas msm pns dia sllu mnta potong pndk/cepak,alesa'ny gerah/biar adem. Lama klamaan Akhir'ny sy ijinin jg,Tp dngn sdkt ledekan & jg ksl,sy blng sm dia; Biar lbh adem lg,gmn klo aq botakin aj sklian. Sy pkr dia g bklan mau,eh trnyata mlh kpngn. Akhhir'ny ya ud,trpksa sy turutin & hri itu jg rmbut' pnjang'ny sy babat hbs smp kulit kpala,lalu sy kerik pk silet biar licin. Stelah slesai d kerik smua,lalu aq prhatiin "trnyata dia msh ttp cantik & kliatan lbh brsih. Lalu sy blng sm dia; Gmn klo strus'ny aj d botakin licin bgni,dia jwb dngn snng hti "mau bngt. Akhir'ny hingga saat ini rmbt dia ud agak numbuh & rncana'ny hri mnggu sy mau botakin lg (d kerik biar licin).
BalasHapuspengalaman yg mantap
BalasHapus