Suara pintu terbuka membangunkanku dari lamunanku. Wanita itu sudah berdiri di pintu. Rasanya aku mengenali wajahnya. Tapi aku lupa dimana pernah melihatnya. Ia masih muda. Paling2 sekitar 25 tahun. Wajahnya cantik, kulitnya putih, dengan rambutnya hitam tebal bergelombang sepunggung panjangnya. Ia hanya mengenakan jeans dan kaus T-Shirt putih.
Ia masih berdiri di pintu. Aku mengira ia hanya hendak menanyakan alamat, sering kali seperti itu. Aku bangun dari kursi, lalu menghampirinya. “Ada yang bisa saya bantu, mbak ?".
“Bapak bisa motong rambut perempuan juga kan? Saya mau potong rambut, pak" katanya lagi.
Aku terkejut. Aku memang sering memotong rambut wanita disini. Ada istri yang ikut suaminya potong rambut, atau beberapa karyawati kantor di sekitar lingkungan sini. Aku pulih dari terkejutku dan menjawab, “Ya mbak. Tapi ini barbershop. Saya hanya bisa memotong model pendek". Aku tak bohong. Semua pelanggan wanita disini minta rambutnya dipotong pendek.
Ia diam saja, tapi mulai melangkah masuk. Ia melangkah pelan kedalam barbershopku sambil memperhatikan sekeliling. Barbershopku terletak di dekat beberapa perumahan mewah. Sudah hampir sepuluh tahun aku mengelolanya. Aku sengaja membuatnya nyaman. Kupasang AC. Rutin aku mengecat sendiri dindingnya agar selalu terlihat bersih. Kujaga betul kebersihan nya. Dan kusediakan juga sebuah TV kecil disudut ruang untuk menjadi hiburan pelangganku yang menunggu antrian. Dengan kondisi ini aku banyak memiliki pelanggan dari golongan menengah ke atas. Dan karenanya aku dapat mematok tarif di atas rata2.
Wanita itu melangkah pelan sambil melihat sekeliling. “Bersih ya" katanya. Aku diam saja sambil melangkah kebelakang kursi pangkasku. Sekalipun berusaha bersikap tenang, aku bisa melihat bahwa ia berusaha menutupi rasa gugupnya. Perlahan ia lalu duduk di kursi pangkas ku. Kuangkat rambutnya agar tidak terjepit di punggungnya. Kurasakan rambutnya di tanganku. Tebal, tapi lembut sekali. Masih tercium bau harum shampo nya. Mestinya ini shampo mahal. Karena aku belum pernah mengenali bau harum shampo ini.
Setelah itu kuambil handuk kecil dan kain penutup baru dari laci kecil didepannya. Ku buka kain penutup, lalu kuletakkan dipangkuannya. Dari belakang kutarik kain itu hingga ke lehernya. Kuangkat rambutnya, lalu kuletakkan handuk kecil di pundaknya. Setelah itu lalu kujepit kain yang kini melilit tubuhnya hingga ke leher.
Aku mengambil sisir, dan mulai merapikan rambutnya. Perlahan-lahan kusisir dari puncak kepalanya hingga ke ujung. Terus terang, aku belum pernah mendapat pelanggan wanita dengan rambut sepanjang ini. Butuh waktu buatku untuk dapat merapikan rambut tebalnya itu. Sementara kulihat ia mulai rileks, dan memejamkan matanya. Ketika aku selesai menyisir rambutnya, ia membuka matanya dan ia berkata pelan kepadaku, “boleh saya pinjam sisirnya, pak?". Kuserahkan sisir yang tadi baru kugunakan untuk menyisiri rambutnya. Ia menerimanya, lalu perlahan-lahan menyisir rambutnya. Beberapa kali ia memejamkan matanya. Nampaknya ia menikmati apa yang dilakukannya. Sementara aku hanya diam saja memperhatikannya. Ia kemudian menyerahkan kembali sisir itu padaku, dan kuletakkan di meja panjang dihadapannya.
Aku menatap wajahnya dari cermin dan bertanya “mau dipotong bagaimana, mbak?" Ia tak langsung menjawab. Ia masih memperhatikan rambutnya dari pantulan di cermin.
Entah mengapa, tapi aku merasa hari ini akan menjadi hari terindahku.
Ia menarik nafas panjang sebelum akhirnya menjawab lirih “ dipotong pendek, pak". Kulihat matanya sudah mulai memerah, nampaknya seperti mau menangis. “Sependek apa?", tanyaku. Aku tak ingin membuat kesalahan. Lama terdiam , ia lalu menjawab pelan “potong laki". Kini kulihat matanya mulai basah dengan air mata. “Terserah bapak, yang penting cepak", katanya lagi dengan lirih. “Tapi cepat ya pak", katanya lagi.
Ia lalu menundukkan kepalanya. Seolah menyerahkan rambut indahnya kepadaku.
Akupun mengambil sisir panjang, dan gunting terbesarku. Perhatian kami tiba2 terpecah pada sebuah berita di TV. Sebuah breaking news, mengenai terungkapnya sebuah konspirasi kejahatan korupsi yang melibatkan tokoh2 terkenal di negeri ini. Dalam berita itu diungkapkan juga keterlibatan beberapa wanita. Aku terkejut ketika di TV ditampilkan wawancara dengan seorang wanita yang dituduh terlibat dalam kasus itu. Aku baru sadar, bahwa wanita yang ada dalam berita itu saat ini duduk di kursi pangkasku. Berita kasus ini memang sudah hampir seminggu ini menjadi topik berita hangat di berbagai media. Mungkin itu yang membuatku merasa mengenali wajah wanita cantik ini.
Wanita ini mengangkat wajahnya dan berkata pelan, “ tolong dimatikan saja TV nya , pak". Segera kumatikan TV itu, dan kembali menghampirinya. Ruangan pangkasku kini terasa sunyi.
Mata sembabnya menatapku pasrah, lalu ia menundukkan kepalanya dalam-dalam. Rambut tebalnya kini menutupi wajahnya.
Nampaknya dia sudah tak perduli. Jadi langsung saja kuangkat sebagian rambut disisi kanan kepalanya dengan sisirku. Kuulangi beberapa kali. Setelah aku merasa cukup, perlahan ku genggam gunting itu. Kreessss…… Segumpal rambut panjangnya perlahan jatuh di pangkuannya. Kulihat ia nampak terkejut melihat potongan rambut di pangkuannya. Cepat ia mengangkat kepalanya, dan melihat pantulan wajahnya di cermin. Sebenarnya aku tidak memotongnya terlalu pendek. Aku kuatir ia berubah pikiran. Jadi kupotong rambutnya sebatas telinganya.
Ia melihat lagi potongan rambutnya yang teronggok dipangkuannya. Lalu kembali memandangi wajahnya di cermin. “Langsung di pendekkan saja, pak" , katanya pelan. “Biar cepat selesai".
Kembali kuangkat rambut di sisi kanan kepalanya. Setelah beberapa kali menyendok rambut itu, kupotong lagi rambut yang tersisa. Tapi kali ini langsung kupotong pendek. Ia tidak lagi menunduk. Kini ia nampak berusaha tegar memperhatikan bagaimana aku mengguntingi rambut indahnya. Namun air matanya mulai menetes. Kuteruskan pekerjaanku. Rambut indahnya mulai menumpuk di pangkuannya. Cukup lama sebelum rambut di sisi kanan kepalanya kini mulai pendek tak beraturan.
Aku kini pindah kebelakangnya. Sebelum memulai memotongnya, kuperhatikan rambutnya. Ya ampun… Rambutnya bagus sekali. Dalam hati aku merasa sayang harus merusak rambut lebat yang indah ini.
Kini aku mulai kesulitan untuk focus pada pekerjaanku. Mendapatkan kesempatan untuk menghabisi rambut hitam, tebal, panjang dan indah milik seorang wanita cantik yang duduk pasrah dihadapanku, membuat perasaanku seperti mau meledak. Kurasakan nafasku mulai memburu. Jantungku mulai berdegup kencang. Sedikit demi sedikit perasaan itu mulai menguasaiku. Aku mulai memotong tak karuan. Kucabik-cabik rambut indah ini.
Kudorong perlahan kepalanya agar menunduk. Untuk memudahkanku memotong rambutnya. Kuarahkan guntingku untuk mulai membabat rambut indahnya. Sisir ditangan kiriku beberapa kali menyendok rambut panjangnya. Dan segera kugunting rambut yang menyembul diatas sisir. Wanita ini masih diam saja. Tapi kulihat bahunya bergerak-gerak seiring isak tangisnya. Rambut indah di bagian belakang kepalanya kini jadi pendek tak karuan. Biar saja, pikirku. Nanti toh kurapikan lagi potongannya.
Lalu kuteruskan pekerjaanku disisi kiri kepalanya. Kulihat ia sudah tidak perduli lagi. Jadi kukumpulkan rambutnya, kugenggam dengan tangan kiriku, lalu kugunting rambut yang ada dalam genggamanku. Cukup lama aku mengguntinginya sebelum akhirnya rambut nya terlepas. Kuletakkan potongan rambut itu dipangkuannya.
Ia masih terisak-isak menahan tangisnya. Sambil memperhatikan potongan rambut yang menggunung di pangkuannya. Ia mengangkat kepalanya ia menolehkan kepalanya untuk melihat hasil guntinganku. Lalu berkata pelan, “ pendekkan lagi pak. Saya pingin kelihatan seperti laki-laki", katanya disela-sela isak tangisnya.
Kuletakkan guntingku di meja. Dan mengambil clipper kesayanganku. Kuberi sedikit minyak di mulut clipper itu untuk memastikannya bekerja dengan baik. Ketika kunyalakan, wanita itu nampak terkejut mendengar suara Klak yang muncul disertai dengung khasnya. Ia terus memperhatikan ketika aku membawa clipper itu kebelakang kepalanya.
Perlahan kudorong kepalanya hingga tertunduk dalam. Kudorong lagi hingga dagunya menyentuh dadanya. Ia tersentak terkejut ketika kutempelkan clipper itu di lehernya. Getaran lembut clipperku nampaknya membuatnya menggelinjang geli. Perlahan kudorong clipper itu naik. Suaranya berubah ketika mulai melahap rambut tebal wanita ini. Kulihat tangannya menggenggam pegangan kursi pangkas. Kudorong terus clipper itu keatas. Lalu kuhentikan clipper itu di pertengahan kepalanya.
Kuperhatikan jalur rambut dikepalanya yang sudah pendek terbabat oleh clipperku. Dan kuulangi lagi dari sebelah jalur tadi. Demikian berulang-ulang. Lalu aku pindah ke sisi kanan kepalanya. Dan melakukan kembali hal yang sama. Potongan rambutnya kini berjatuhan di wajahnya. Potongan2 rambut pendek yang berterbangan berjatuhan di wajahnya yang putih. Tapi ia tampak tak perduli.
Aku pun pindah ke sisi kirinya dan mengulangi pekerjaanku tadi. Sebentar saja rambutnya sudah pendek dan rapi. Kumatikan clipperku, dan menggantungnya kembali.
Kuambil lagi guntingku. Kini saatnya aku memotong rambut di atas kepalanya. Beberapa kali ku sisir rambut tebalnya, lalu kusendok rambutnya ke atas, sambil meliriknya. Ia diam saja. Kuulangi lagi namun kali ini aku mengangkat rambutnya lebih rendah. Ia masih diam saja. Kuulangi lagi , dan kuangkat rambutnya hanya beberapa centi saja dari kepalanya. Ia memandangku, lalu memejamkan matanya. Perlahan kugunting rambut tebal yang menyembul diatas sisirku. Potongan rambutnya perlahan jatuh di wajahnya sebelum akhirnya teronggok tak berdaya dipangkuannya. Ia masih memejamkan matanya. Ketika kuteruskan lagi pekerjaanku. Ketika kuanggap cukup, kuletakkan guntingku di atas meja panjang dihadapannya. Kuperhatikan hasil karyaku, aku sekali lagi memastikan kerapiannya,
Kuambil bedak , dan kuusapkan bedak itu dengan puff di leher, nya. Lalu kubershihkan dengan sikat potongan rambutnya yang masih menempel di lehernya yang putih itu. Ia masih memejamkan matanya ketika aku menggunakan sikatku untuk membersihkan potongan rambut di wajahnya.
Setelah cukup, aku berkata kepadanya “cukup mbak ?". Ia membuka matanya perlahan. Melihat pantulan wajah cantiknya di cermin. Matanya masih sembab. Ia mangangkat tangannya untuk meraba rambut yang tersisa di kepalanya, sambil menggigit bibirnya.
Astaga, sexy sekali wanita ini.
Ia mengangguk padaku. Kulepas penjepit kain yang melilit tubuhnya. Kutarik perlahan untuk menjatuhkan potongan rambutnya ke lantai. Kugunakan handuk kecil yang tadi ada dipundaknya untuk membersihkan sisa bedak dan potongan rambut di T-Shirtnya.
Ia masih terduduk lemas di kursiku. Aku berdiri dibelakangnya. Tangannya masih meraba rambut pendeknya. Kemudian perlahan ia bangkit dari duduknya. Berusaha tersenyum padaku sambil memberikan pecahan seratus ribuan kepadaku. “Ambil saja semua, pak", katanya sambil berjalan kearah pintu. Aku mengangguk sambil mengucapkan terima kasih. Ia mengaluarkan kacamata hitam dan segera memakainya. Ketika ia sudah membuka pintu, ia menoleh lagi kepadaku sambil berkata “terima kasih ya, pak" katanya.
Aku hanya mengangguk.
Diluar ternyata sudah ada mobil station warna gelap. Ia langsung masuk kedalamnya. Dan mobil itu langsung melesat kencang.
Sepeninggalnya, aku terduduk lemas. Emosi dan sensasi dari apa yang baru kulakukan kepadanya membuatku seperti kehabisan tenaga. Aku baru sadar kalau nafasku masih terasa memburu. Detak jantungku juga masih berdebar. Kuperhatikan potongan rambut yang menggunung di lantai barbershopku. Bahkan saat rambut itu tergolek tak berdaya dilantai, masih terlihat betapa hitam dan sehatnya.
Aku berusaha melupakan kejadian itu. Namun beberapa hari kemudian kulihat ia muncul di TV dengan penampilan barunya memberikan keterangan di persidangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar